copas artikel non aswaja

Copas (copy-paste) artikel atau link (dari blog lain) dalam dunia bloging sudah merupakan hal yang lumrah dan merupakan salah satu cara para bloger untuk mengisi content blog mereka. Dan sudah diketahui bersama bahwa ketika sebuah blog menukil artikel atau link dari blog lain, maka itu sama sekali tidak menunjukkan kalau kedua blog tersebut mempunyai koneksi atau hubungan atau kerjasama yang lebih khusus. Dan ini insya Allah yang dipahami oleh para bloger dan para pembaca blog. Hal itu karena terkadang seorang bloger menukil artikel dari blog lain dikarenakan dia setuju dengan isi artikel tersebut dan dia tidak bisa menulis sendiri atau dia tidak mempunyai referensi yang lengkap sebagaimana artikel yang akan dia nukil tersebut. Karenanya kita tidak bisa memastikan dua blog atau lebih itu mempunyai hubungan ‘khusus’ hanya berdasarkan salah satunya menukil artikel atau link dari blog yang lainnya.

Ini jika artikel yang dinukil adalah dalam masalah keduniaan, insya Allah bisa dipahami. Hanya saja permasalahan itu muncul jika artikel yang dinukil itu berkenaan dengan agama, dimana sebagian orang yang tidak jelas lagi jahil serta merta menghukumi dua blog atau lebih itu mempunyai koneksi dan hubungan ‘khusus’ hanya karena salah satunya menukil artikel keagamaan dari yang lainnya. Padahal alasan bloger yang menukil dari blog lain biasanya juga sama seperti alasan penukilan artikel keduniaan di atas. Yakni: Karena bloger tersebut memandang isi artikel itu adalah kebenaran dan dia tidak mempunyai waktu untuk menulis seperti itu ataukah dia tidak mempunyai referensi yang dimiliki oleh artikel yang akan dinukil tersebut. Wallahul Musta’an. Dan tentunya, sudah menjadi etika dalam dunia bloging secara umum dan copas secara khusus, bahwa blog yang menukil haruslah menyertakan link asal artikel, sebagai bentuk amanat ilmiah darinya.

Demikian gambaran permasalahannya secara umum. Adapun secara khusus, masalahnya adalah: Ketika sebuah blog ahlussunnah menukil atau copas dari blog selain ahlussunnah, apakah langsung divonis jika kedua blog ini mempunyai koneksi dan hubungan ‘khusus’?

Dari sisi kebiasaan yang berkembang dan ‘kode etik’ dalam dunia bloging sebagaimana yang tersebut di atas, jawabannya saya rasa sudah jelas bahwa: Kita tidak bisa langsung memvonis hal itu hanya karena masalah copas artikel atau penukilan link, dengan alasan yang sudah dijelaskan di atas.

Adapun dari sisi hukum syar’i keagamaan, maka jawabannya sebenarnya juga sudah jelas, yakni boleh menukil ucapan selain ahlussunnah selama itu merupakan kebenaran dan itu tidak menunjukkan ahlussunnah tersebut mentazkiyah (merekomendasi) selain ahlussunnah tersebut. Jadi, sebenarnya hukum masalah ini sudah jelas. Akan tetapi ucapan dan tindakan dari sebagian orang yang tidak jelas yang dibangun di atas ketergesa-gesaan, kejahilan, dan kedengkian, membuat semuanya menjadi tidak jelas. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama, “Ilmu itu hanya setitik, akan tetapi dibuat banyak oleh orang-orang yang jahil.”

Karenanya artikel ini sengaja kami buat untuk meluruskan kesalahpahaman dan kejahilan yang terjadi dalam masalah ini, juga sebagai jawaban pertanyaan dari beberapa pertanyaan yang masuk kepada kami mengenai masalah ini, dan sekaligus sebagai panduan bagi para bloger secara umum. Berikut penjabarannya:

Dalil-dalil akan wajibnya menerima kebenaran dan bahwa menerima kebenaran dari siapapun berada merupakan sifat orang-orang yang beriman.
Allah Ta’ala berfirman:
فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213)
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata menjelaskan ayat di atas, “Maka siapa saja yang Allah Subhanahu berikan hidayah kepadanya untuk mengambil kebenaran dimanapun kebenaran itu berada dan bersama siapapun kebenaran itu berada -walaupun kebenaran itu bersama dengan orang yang dia benci dan dia musuhi- dan untuk menolak kebatilan bersama siapapun kebatilan tersebut -walaupun kebatilan itu bersama dengan orang yang dia sayangi dan dia tolong-, maka orang seperti inilah yang tergolong ke dalam orang-orang yang diberi hidayah menuju kebenaran dalam setiap masalah yang diperselisihkan. Inilah orang yang paling berilmu, paling benar jalannya, dan paling kuat ucapannya.” (Ash-Shawa’iq Al-Mursalah: 2/516)
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوأَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah : 8 )
Dan di antara bentuk berbuat adil kepada musuh adalah menerima dan menyetujui kebenaran yang ada pada mereka. As-Si’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya menafsirkan ayat di atas, “Sebagaimana kaliam bersaksi menguatkan teman kalian maka kalian juga harus bersaksi melawan teman kalian (jika dia memang salah, pent.). Dan sebagaimana kalian bersaksi melawan musuh kalian maka kalian juga harus bersaksi mendukungnya (jika dia memang benar, pent.). Maka walaupun musuh itu adalah orang kafir atau penganut bid’ah maka tetap wajib berlaku adil kepadanya dan wajib menerima kebenaran yang mereka bawa. Kita terima kebenaran itu bukan karena dia yang mengucapkannya (akan tetapi karena ucapannya itu memang kebenaran, pent.). Dan kebenaran tidak boleh ditolak hanya karena dia (musuh) yang mengucapkannya, karena perbuatan seperti ini adalah kezhaliman terhadap kebenaran.”
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا لَنَا لاَ نُؤْمِنُ بِاللّهِ وَمَا جَاءنَا مِنَ الْحَقِّ وَنَطْمَعُ أَن يُدْخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصَّالِحِينَ
“Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh.” (QS. Al-Maidah: 84)
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُوْلَئِكَ هُمْ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zumar: 33)
Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata menjelaskan ayat di atas, “Maka wajib atas setiap manusia untuk membenarkan (baca: menerima) kebenaran yang diucapkan oleh orang lain, sebagaimana jika kebenaran itu diucapkan oleh dirinya sendiri. Dia tidak boleh mengimani makna ayat yang dia gunakan berdalil namun dia menolak makna ayat yang digunakan berdalil oleh lawannya. Dia tidak boleh menerima kebenaran hanya dari satu kelompok lalu dia menolak kebenaran dari kelompok lainnya.” (Dar`u At-Ta’arudh Al-Aql wa An-Naql: 8/404)
Dari Qutailah radhiallahu anha -seorang wanita dari Juhainah-, bahwa seorang Yahudi datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu berkata:
أَنَّ يَهُودِيًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّكُمْ تُنَدِّدُونَ وَإِنَّكُمْ تُشْرِكُونَ تَقُولُونَ مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ وَتَقُولُونَ وَالْكَعْبَةِ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادُوا أَنْ يَحْلِفُوا أَنْ يَقُولُوا وَرَبِّ الْكَعْبَةِ وَيَقُولُونَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شِئْتَ
“Sesungguhnya kalian membuat tandingan (untuk Allah) dan sungguh kalian telah berbuat syirik. Kalian mengatakan, ‘Atas kehendak Allah dan kehendak kamu’. Dan kalian katakan, ‘Demi Ka’bah’.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah untuk mengucapkan, ‘Demi Tuhan Pemilik Ka’bah’, dan mengucapkan, ‘Atas kehendak Allah, kemudian atas kehendak kamu’.” (HR. An-Nasai no. 3713)
Hadits ini jelas menunjukkan bagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam menerima kebenaran yang diucapkan oleh orang-orang Yahudi. Lalu beliau menetapkan hukum berdasarkan kebenaran yang beliau dengar dari Yahudi tersebut. Kebencian beliau kepada orang-orang Yahudi tidak menjadikan beliau menolak kebenaran yang mereka ucapkan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia bercerita:
وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَصَّ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَنْ يَزَالَ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ذَاكَ شَيْطَانٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menugaskanku untuk menjaga harta zakat. Lalu pada suatu hari ada seseorang yang menyusup hendak mengambil makanan, maka aku pun menyergapnya seraya berkata, “Aku benar-benar akan menyerahkanmu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam..” lalu ia bercerita dan berkata, “Jika kamu hendak beranjak ke tempat tidur maka bacalah ayat kursi, niscaya Allah akan senantiasa menjagamu dan syetan tidak akan mendekatimu hingga pagi.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Ia telah berkata benar padamu, padahal ia adalah pendusta. Si penyusup tadi sebenarnya adalah setan.” (HR. Al-Bukhari no. 4624)
Hadits ini yang paling sering digunakan oleh para ulama untuk berdalil wajibnya menerima kebenaran dari siapapun walaupun dari pihak musuh. Sisi pendalilannya jelas, bagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam membenarkan dan menyetujui ucapan setan yang menganjurkan Abu Hurairah untuk membaca ayat kursi sebelum tidur.

Dan sebaliknya, di antara karakteristik orang-orang kafir adalah menolak kebenaran jika kebenaran tersebut tidak diucapkan oleh golongan mereka.
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah:
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُواْ بِمَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ نُؤْمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرونَ بِمَا وَرَاءهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنبِيَاء اللّهِ مِن قَبْلُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah,” mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 91)
Allah Ta’ala berfirman:
فَقَدْ كَذَّبُواْ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءهُمْ فَسَوْفَ يَأْتِيهِمْ أَنبَاء مَا كَانُواْ بِهِ يَسْتَهْزِؤُونَ
“Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang haq (Al-Quran) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan.” (QS. Al-An’am: 5)
Allah Ta’ala berfirman:
وَكَذَّبَ بِهِ قَوْمُكَ وَهُوَ الْحَقُّ قُل لَّسْتُ عَلَيْكُم بِوَكِيلٍ
“Dan kaummu mendustakannya (azab) padahal azab itu benar adanya. Katakanlah: “Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu.” (QS. Al-An’am: 66)
Allah Ta’ala berfirman:
بَلْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءهُمْ فَهُمْ فِي أَمْرٍ مَّرِيجٍ
“Sebenarnya, mereka telah mendustakan kebenaran tatkala kebenaran itu datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau balau.” (QS. Qaf: 5)
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam juga mengabarkan bahwa menolak kebenaran, di pihak manapun kebenaran itu berada merupakan tindakan kesombongan yang nyata. Di dalam sabdanya:
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan memandang remeh orang lain.” (HR. Muslim no. 131)

Menerima kebenaran dari siapapun merupakan fitrah manusia.
Allah Ta’ala berfirman:
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
“Dan kami tunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS. Al-Balad: 10)
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Manusia dilahirkan secara fitrah untuk menerima kebenaran.”
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam berkata dalam Syirkiyat wa ‘Aqa`id Shufiah (1/1), “Maka tidak ada seorangpun di antara kita kecuali Allah telah memberinya fitrah untuk menerima dan mencintai kebenaran.”
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Si’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya, “Karena Allah Ta’ala telah menciptakan hamba-hambaNya dalam keadaan hanif (bertauhid) dan mereka difitrahkan untuk menerima dan lebih mendahulukan kebenaran.”
Karenanya orang yang menolak kebenaran hanya karena kebenaran itu diucapkan oleh selain ahlussunnah, maka sungguh dia telah melenceng dari fitrahnya yang lurus, wallahul musta’an.

Ucapan para ulama ahlussunnah dalam wajibnya menerima kebenaran dari selain ahlussunnah.
Muadz bin Jabal radhiallahu anhu berkata:
اِقْبَلُوا الْحَقَّ مِنْ كُلِّ مَنْ جَاءَ بِهِ، وَإِنْ كَانَ كَافِراً – أَوْ قَالَ فَاجِراً –
“Terimalah kebenaran dari siapa saja yang membawanya, walaupun dia adalah orang kafir -atau beliau berkata: Orang fasik-.” (Riwayat Al-Baihaqi)
Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Dan Allah memerintahkan kita untuk berlaku adil dan lurus. Karenanya, jika ada orang yahudi atau nashrani -apalagi hanya orang syiah rafidhah- yang mengucapkan kebenaran, maka kita tidak boleh meninggalkannya atau menolaknya mentah-mentah. Akan tetapi yang kita tolak hanyalah yang mengandung kebatilan, bukannya yang mengandung kebenaran.” (Minhaj As-Sunnah An-Nabawiah: 2/342)
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata, “Terimalah kebenaran dari setiap orang yang mengucapkannya walaupun dia orang yang kamu benci. Dan tolaklah kebatilan dari siapa saja yang mengucapkannya walaupun dia orang yang kamu sayangi.” (Madarij As-Salikin: 3/522)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam hafizhahullah berkata dalam sebuah artikel yang berudul Qubul Al-Haq, “Kalian sudah mengetahui -semoga Allah menjaga kalian- bahwa dakwah ahlussunnah tegak di atas kebenaran: Mencari kebenaran, mempelajarinya, menerimanya, berdakwah kepadanya, bersabar menapakinya, dan membuang yang menentangnya.” Beliau juga berkata, “Maka terimalah kebenaran secara mutlak, baik kebenaran itu mendukungmu maupun kebenaran itu menentangmu.” [Artikel selengkapnya bisa dibaca di: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=237449]

Harus dibedakan antara menerima kebenaran dengan mencari kebenaran.
Maka harus dibedakan antara menerima kebenaran dengan mencari kebenaran, dan antara menerima ilmu yang benar dengan menuntut ilmu yang benar. Pembedaan ini dari sisi bahwa menerima kebenaran dan ilmu yang benar itu dari siapa saja -walaupun dari selain ahlussunnah- berdasarkan semua dalil yang telah berlalu. Sementara mencari kebenaran dan menuntut ilmu yang benar harus hanya kepada para ulama ahlussunnah, tidak kepada selain mereka.
Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri hafizhahullah pernah ditanya dengan nash pertanyaan:
Apakah ucapan berikut ini benar? Dan tolong ditambahkan penjelasan tentangnya, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan, amin. Ucapan yang dimaksud adalah: Kebenaran diterima dari siapa saja yang mengucapkannya dan kebatilan ditolak dari siapa saja yang mengucapkannya. Karenanya jika seorang penganut bid’ah -bahkan walaupun itu setan- mengucapkan ucapan yang benar, maka kebenaran ini diterima dan disetujui darinya. Hal ini sebagai pengamalan dari firman Allah Ta’ala:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Maidah: 8)
Akan tetapi tidak boleh mengambil ilmu dan mencari kebenaran dari penganut bid’ah tersebut, sebagaimana yang sudah menjadi manhaj as-salaf ash-shaleh. Akan tetapi kebenaran hanya dicari dari para ulama yang beramal dengan kebenaran tersebut, yaitu para ulama ahlussunnah, bukan selain mereka.
Maka beliau menjawab:
Kaidah ini benar insya Allah. Kebenaran diterima dari siapapun yang membawanya, namun tidak semua orang mengucapkan kebenaran itu menjadi imam dalam kebenaran. Setan yang mengajari Abu Hurairah radhiallahu anhu ayat kursi, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda tentangnya, “Ia telah berkata benar padamu, padahal ia adalah pendusta.” Dan juga sang rahib yahudi yang berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Wahai Abu Al-Qasim, sesungguhnya kami mendapati di dalam Taurat bahwa Allah mengangkat langit-langit di atas satu jari,” sampai akhir hadits. Mendengar hal itu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bertasbih dengan membaca, “Subhanallah, subhanallah,” seraya tertawa hingga nampak geraham beliau karena membenarkan ucapan sang rahib.” (Dhawabith fi Mu’amalah As-Sunni li Al-Bid’i, pertanyaan no. 6)
Asy-Syaikh Saleh bin Abdil Aziz Alu Asy-Syaikh hafizhahullahu berkata, “Kebenaran diterima dari siapa saja yang datang membawanya walaupun dia adalah orang kafir. Sebagaimana diterimanya kebenaran dari setan, seperti yang tersebut dalam kisah yang masyhur antara Abu Hurairah bersama setan di dalam peristiwa penjagaan zakat fithri. Dimana setan datang mengambil (baca: hendak mencuri) namun Abu Hurairah menangkapnya. Kemudian dia datang lagi namun ditangkap lagi, kemudian dia datang lagi namun ditangkap lagi. Kemudian setan berkata kepadanya, “Maukah engkau aku tunjukkan sebuah ucapan yang apabila engkau mengucapkannya maka engkau akan menjadi aman atau kamu akan terjaga sepanjang malam? Bacalah ayat kursi setiap malam karena sesungguhnya engkau akan senantiasa pendapatkan penjagaan dari Allah sampai datangnya waktu pagi.” Kemudian Abu Hurairah mengabarkan hal ini kepada Nabi alaihishsholatu wassalam. Lalu Nabi alaihishsholatu wassalam bersabda: “Dia telah jujur padamu padahal dia adalah pendusta.” Beliau menerima pengajaran (setan) ini dan beliau mengambilnya padahal pengajaran ini berasal dari setan.” (Diterjemah dari Masaa`il fi Al-Hajri wa Maa Yata’allaqu Bihi via: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=23982)

Menukil dari selain ahlussunnah bukanlah tazkiah (rekomendasi) terhadap mereka.
Asy-Syaikh Saleh Alu Asy-Syaikh hafizhahullah berkata, ”Dan hal ini termasuk manhaj yang bersifat umum dalam penegakkan hujjah dan penjelasan hujjah dalam semua bab-bab permasalahan agama. Yaitu bahwasanya tidaklah melazimkan seseorang yang menukil dari sebuah buku bahwa itu artinya dia mentazkiyahnya secara mutlak. Seseorang terkadang menukil darinya yang sesuai dengan kebenaran dalam rangka menyokong kebenaran, walaupun dia (penulis buku itu) menyelisihi kebenaran dalam masalah lainnya. Maka tidaklah tercela orang yang menukil dari buku yang mengandung kebenaran dan kebatilan, apabila yang dia nukil adalah bagian mengandung kebenaran. Lagipula, memperbanyak penukilan (sebuah kebenaran, pent.) dari orang-orang bersamaan dengan berbeda-bedanya mazhab dan pemikiran mereka, hal ini menunjukkan bahwa kebenaran (yang dinukil) itu bukanlah hal yang tersembunyi, namun kebenaran tersebut sudah banyak tersebar luas.” (Diterjemah dari Masaa`il fi Al-Hajri wa Maa Yata’allaqu Bihi via: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=23982)
Kami juga pernah bertanya langsung kepada Asy-Syaikh Abdullah Mar’i tentang hukum membaca dan mengambil manfaat dari kitab yang ditulis oleh ulama yang dulunya ahlussunnah lalu belakangan dia menyimpang dari ahlussunnah, sementara kitab tersebut ditulis ketika dia masih berada dalam mazhab ahlussunnah.
Maka beliau hafizhahullah menyatakan bolehnya dengan catatan tetap mengingatkan (jika dia mengajarkan buku itu) bahwa penulisnya sekarang bukan lagi ahlussunnah. Maka ini juga menunjukkan kalau beliau membenarkan mengambil kebenaran yang ditulis oleh selain ahlussunnah.

Insya Allah inilah manhaj yang benar dan sikap yang inshaf serta adil dalam permasalahan ini, yaitu:
a. Wajib menerima kebenaran walaupun yang mengucapkannya adalah selain ahlussunnah.
b. Menukil kebenaran dari selain ahlussunnah tidak sama seperti menuntut ilmu dari selain ahlussunnah. Yang pertama dibenarkan dan yang kedua dilarang.
c. Menukil kebenaran dari selain ahlussunnah bukanlah bentuk dukungan dan rekomendasi terhadap selain ahlussunnah tersebut, akan tetapi ini merupakan penunaian hak dari kebenaran. Dimana hak kebenaran adalah dia harus diterima darimanapun datangnya.

Contoh amalan ulama dalam masalah ini:
Karenanya, kita mendapati para ulama ahlussunnah dari dahulu hingga belakangan, mereka tidak segan-segan untuk menukil ucapan selain ahlussunnah di dalam tulisan atau ucapan mereka, jika ucapan tersebut memang mengandung kebenaran. Berikut di antara contohnya:
Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdasi rahimahullah mengumpulkan hal-hal yang baik dari kitab Ihya` Ulum Ad-Din karya Al-Ghazali rahimahullah lalu menyusunnya menjadi kitab Minhaj Al-Qashidin. Dan para ulama menyatakan bahwa Al-Ghazali rahimahullah tidak pernah menulis karya apapun setelah dia bertaubat. Sementara status kitab Al-Ihya` ini saya rasa sudah cukup jelas di kalangan para penuntut ilmu, mengenai banyaknya kekeliruan dan kesalahan yang tersebut di dalamnya, dan kitab itu jelas ditulis oleh Al-Ghazali rahimahullah sebelum dia bertaubat. Maka amalan Ibnu Qudamah ini jelas menunjukkan bolehnya menukil kebenaran dari buku yang ditulis oleh selain ahlissunnah.
Di dalam kitab Sirah Nabawiyah karya Asy-Syaikh Al-Mubarakfuri, beliau mengutip ucapan dari kitab Husain Haikal, Sayyid Quthub, dan selainnya.
Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah menukil ucapan Sayyid Quthb dan Umar At-Tilmisani dalam Manhaj Al-Anbiya` fi Ad-Da’wah ilalllah hal. 181-186, yang berisi anjuran keduanya kepada para politikus untuk memperhatikan akidah.
Asy-Syaikh Saleh Al-Fauzan hafizhahullah di dalam kitab Al-Ath’imah beberapa kali menukil ucapan Sayyid Quthb dari tafsir Fii Zhilal Al-Qur`an.
Dan masih banyak lagi contoh lainnya, insya Allah akan ditambahkan jika memang dirasa perlu untuk ditambahkan. Akan tetapi insya Allah contoh-contoh ini sudah mencukupi bagi orang yang berakal dan yang inshaf dalam berbuat. Wallahu a’lam bishshawab.

Memberi Kemudahan Adalah Sifat Dasar Syariat Islam

Ada banyak dalil dari Al-Qur`an dan as-sunnah yang menunjukkan hal ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Juga pada firman Allah Ta’ala:
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu.” (QS. An-Nisa`: 28)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)

Adapun dari as-sunnah, maka ada beberapa hadits yang menjelaskan tentangnya, di antaranya:
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit).” (HR. Al-Bukhari no. 38)
Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu anhu secara marfu’:
بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ
“Aku diutus dengan membawa agama yang bertauhid lagi mudah.”(HR. Ahmad: 5/266 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2924)
Dari Abu Qatadah dari seorang Badui yang mendengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ
“Sebaik-baik perkara agama kalian adalah yang paling mudah urusannya, sungguh sebaik-baik perkara dien kalian adalah yang paling mudah urusannya.” (HR. Ahmad: 3/852 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 124)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Si’di rahimahullah berkata setelah membawakan sebagian dalil-dalil di atas, “Semua syariat Islam adalah bersifat hanif lagi mudah. Hanif dalam ketauhidan, dimana syariatnya dibangun di atas penyembahan hanya kepada Allah semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan mudah dalam semua hukum dan amalan yang disyariatkan di dalamnya. Shalat wajib -misalnya-, hanya lima kali sehari semalam yang jelas tidak memakan banyak waktu seorang hamba. Jumlah zakat (mal) yang dikeluarkan hanyalah sebagian kecil dari total harta yang dimiliki seorang hamba, itu pun hanya dikenakan pada harta yang sifatnya berkembang dan tidak dikenakan pada harta yang tidak bisa berkembang, itu pun hanya dikeluarkan sekali dalam setahun. Demikian halnya haji tidak diwajibkan kecuali sekali dalam seumur hidup, itu pun hanya wajib bagi mereka yang mampu. Demikian seluruh kewajiban, pasti ada kemudahan di dalamnya sesuai dengan adanya sebab-sebab rukhshah. Semua kewajiban dalam syariat mencapai puncak kemudahan dan gampang dikerjakan. Namun bersamaan dengan kemudahan amalan-amalan tersebut, Allah tetap mensyariatkan sebab-sebab tertentu pada banyak amalan yang bisa membantu dan menyemangati hamba dalam mengerjakan amalan tersebut.
Sebagaimana disyariatkannya berjamaah dalam pelaksanaan shalat lima waktu, shalat jumat, dan shalat id. Demikian halnya berpuasa, dimana kaum mukminin bersama-sama berpuasa pada satu bulan yang sama, dan tidak ada yang tidak mengerjakannya kecuali orang yang mempunyai udzur seperti sakit atau safar atau selain keduanya. Demikian halnya haji disyariatkan berjamaah. Karena tidak diragukan bahwa mengerjakan sesuatu secara berjamaah itu bisa menghilangkan kesulitan dalam ibadah, bisa menyemangati orang-orang yang mengerjakannya, dan bisa melahirkan persaingan sportif dalam berlomba mengerjakan kebaikan. Sebagaimana Allah Ta’ala juga menjadikan adanya balasan yang segera diberikan di dunia dan balasan (pahala) yang akan diberikan di akhirat yang tidak diketahui banyaknya, sebagai motifator terbesar yang membantu seorang hamba dalam mengerjakan kebaikan dan meniggalkan semua yang dilarang.
Kemudian, bersamaan dengan semua kemudahan di atas pada seluruh hukum syariat, maka ketika seseorang mendapatkan udzur dalam pelaksanaannya sehingga dia tidak mampu atau sangat berat dalam menjalankan ibadah tertentu, maka syariat kembali memberikan kemudahan berupa rukhshah yang sesuai dengan keadaan udzur tersebut. Karenanya orang yang sakit boleh mengerjakan shalat wajib sambil duduk jika dia tidak bisa berdiri atau sambil berbaring jika dia tidak bisa duduk, dimana dia sekedar berisyarat dengan kepalanya ketika akan ruku’ dan sujud. Shalat dengan tayammum jika seseorang berat menggunakan air atau tidak mempunyai air. Dan tatkala safar biasanya merupakan amalan yang menyusahkan maka musafir dibolehkan tidak berpuasa, mengqashar dan menjamak shalat, dan mengusap khuf selama 3 hari 3 malam. Juga orang yang sakit atau safar maka tetap dituliskan baginya pahala amalan yang dia tinggalkan jika amalan tersebut biasa dia kerjakan ketika sehat atau sedang mukim. Dan berasal dari kaidah inilah adanya udzur-udzur yang menggugurkan kewajiban mendatangi shalat jumat dan jamaah.” (Selesai ucapan As-Si’di rahimahullah dari Al-Qawa’id wa Al-Ushul Al-Jami’ah hal. 20-21)

Hukum Lelaki dan Wanita Bersuci Bersama

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama akan bolehnya sekumpulan lelaki berwudhu bersama dari satu bejana, bolehnya sekumpulan wanita berwudhu bersama dari satu bejana, dan bolehnya lelaki dan wanita berwudhu bersama jika mereka merupakan mahram. Ijma’ pada ketiga masalah ini telah dinukil oleh sejumlah ulama. Di antaranya:
Ath-Thahawi rahimahullah berkata dalam Syarh Ma’ani Al-Atsar (1/26), “Suatu hukum yang sudah disepakati adalah bahwa jika lelaki dan wanita keduanya bersamaan mengambil air dengan tangan mereka masing-masing dari satu bejana, maka hal itu tidaklah membuat air itu menjadi najis.”
Ibnu Hazm rahimahullah berkata dalam Maratib Al-Ijma’ (1/18), “Para ulama sepakat akan bolehnya dua lelaki atau dua wanita berwudhu bersama.”
Ijma’ juga dinukil oleh Imam Al-Qurthubi dalam Al-Mufhim (1/583) dan Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiah dalam Majmu’ Al-Fatawa (21/51)

Adapun landasan dari ijma’ ini adalah sebagai berikut:
1. Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَاحِدٍ فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُولَ دَعْ لِي دَعْ لِي. قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ
“Saya pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari satu bejana yang terletak di antara aku dengan beliau. Lalu beliau mendahuluiku menciduk air, hingga aku berkata, “Sisakan untukku, sisakan untukku.” Amrah (perawi dari Aisyah) berkata, “Sedangkan keduanya dalam keadaan junub.” (HR. Muslim no. 321)
2. Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَيْمُونَةَ كَانَا يَغْتَسِلَانِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Maimunah pernah mandi bersama dari satu bejana.” (HR. Al-Bukhari no. 253)
3. Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمَرْأَةُ مِنْ نِسَائِهِ يَغْتَسِلَانِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan salah seorang dari isteri beliau pernah mandi (junub) dalam satu bejana.” (HR. Al-Bukhari no. 264)

kisah wanita shalihah

Di Madinah ada seorang wanita cantik shalihah lagi bertakwa. Bila malam mulai merayap menuju tengahnya, ia senantiasa bangkit dari tidurnya untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah. Tidak peduli waktu itu musim panas ataupun musim dingin, karena disitulah letak kebahagiaan dan ketentramannya. Yakni pada saat dia khusyu’ berdoa, merendah diri kepada sang Pencipta, dan berpasrah akan hidup dan matinya hanya kepada-Nya.

Dia juga amat rajin berpuasa, meski sedang bepergian. Wajahnya yang cantik makin bersinar oleh cahaya iman dan ketulusan hatinya.
Suatu hari datanglah seorang lelaki untuk meminangnya, konon ia termasuk lelaki yang taat dalam beribadah. Setelah shalat istiharah akhirnya ia menerima pinangan tersebut. Sebagaimana adat kebiasaan setempat, upacara pernikahan dimulai pukul dua belas malam hingga adzan subuh. Namun wanita itu justru meminta selesai akad nikah jam dua belas tepat, ia harus berada di rumah suaminya. Hanya ibunya yang mengetahui rahasia itu. Semua orang ta’jub. Pihak keluarganya sendiri berusaha membujuk wanita itu agar merubah pendiriannya, namun wanita itu tetap pada keinginannya, bahkan ia bersikeras akan membatalkan pernikahan tersebut jika persyaratannya ditolak. Akhirnya walau dengan bersungut pihak keluarga pria menyetujui permintaan sang gadis.

Waktu terus berlalu, tibalah saat yang dinantikan oleh kedua mempelai. Saat yang penuh arti dan mendebarkan bagi siapapun yang akan memulai hidup baru. Saat itu pukul sembilan malam. Doa ‘Barakallahu laka wa baaraka alaika wa jama’a bainakuma fii khairin’ mengalir dari para undangan buat sepasang pengantin baru. Pengantin wanita terlihat begitu cantik. Saat sang suami menemui terpancarlah cahaya dan sinar wudhu dari wajahnya. Duhai wanita yang lebih cantik dari rembulan, sungguh beruntung wahai engkau lelaki, mendapatkan seorang istri yang demikian suci, beriman dan shalihah.

Jam mulai mendekati angka dua belas, sesuai perjanjian saat sang suami akan membawa istri ke rumahnya. Sang suami memegang tangan istrinya sambil berkendara, diiringi ragam perasaan yang bercampur baur menuju rumah baru harapan mereka. Terutama harapan sang istri untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah.

Setibanya disana, sang istri meminta ijin suaminya untuk memasuki kamar mereka. Kamar yang ia rindukan untuk membangung mimpi-mimpinya. Dimana di kamar itu ibadah akan ditegakkan dan menjadi tempat dimana ia dan suaminya melaksanakan shalat dan ibadah secara bersama-sama. Pandangannya menyisir seluruh ruangan. Tersenyum diiringi pandangan sang suami mengawasi dirinya.

Senyumnya seketika memudar, hatinya begitu tercekat, bola matanya yang bening tertumbuk pada sebatang mandolin yang tergeletak di sudut kamar. Wanita itu nyaris tak percaya. Ini nyatakah atau hanya fatamorgana? Ya Allah, itu nyanyian? Oh bukan, itu adalah alat musik. Pikirannya tiba-tiba menjadi kacau. Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran ucapan orang tentang lelaki yang kini telah menjadi suaminya.

Oh…segala angan-angannya menjadi hampa, sungguh ia amat terluka. Hampir saja air matanya tumpah. Ia berulang kali mengucap istighfar, Alhamdulillah ‘ala kulli halin. “Ya bagaimanapun yang dihadapi alhamdulillah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala kegaiban.”
Ia menatap suaminya dengan wajah merah karena rasa malu dan sedih, serta setumpuk rasa kekhawatiran menyelubung. “Ya Allah, aku harus kuat dan tabah, sikap baik kepada suami adalah jalan hidupku.” Kata wanita itu lirih di lubuk hatinya. Wanita itu berharap, Allah akan memberikan hidayah kepada suaminya melalui tangannya.

Mereka mulai terlibat perbincangan, meski masih dibaluti rasa enggan, malu bercampur bahagia. Waktu terus berlalu hingga malam hampir habis. Sang suami bak tersihir oleh pesona kecantikan sang istri. Ia bergumam dalam hati, “Saat ia sudah berganti pakaian, sungguh kecantikannya semakin berkilau. Tak pernah kubayangkan ada wanita secantik ini di dunia ini.” Saat tiba sepertiga malam terakhir, Allah ta’ala mengirimkan rasa kantuk pada suaminya. Dia tak mampu lagi bertahan, akhirnya ia pun tertidur lelap. Hembusan nafasnya begitu teratur. Sang istri segera menyelimutinya dengan selimut tebal, lalu mengecup keningnya dengan lembut. Setelah itu ia segera terdorong rasa rindu kepada mushalla-nya dan bergegas menuju tempat ibadahnya dengan hati melayang.

Sang suami menuturkan, “Entah kenapa aku begitu mengantuk, padahal sebelumnya aku betul-betul ingin begadang. Belum pernah aku tertidur sepulas ini. Sampai akhirnya aku mendapati istriku tidak lagi disampingku. Aku bangkit dengan mata masih mengantuk untuk mencari istriku. Mungkin ia malu sehingga memilih tidur di kamar lain. Aku segera membuka pintu kamar sebelah. Gelap, sepi tak ada suara sama sekali. Aku berjalan perlahan khawatir membangunkannya. Kulihat wajah bersinar di tengah kegelapan, keindahan yang ajaib dan menggetarkan jiwaku. Bukan keindahan fisik, karena ia tengah berada di peraduan ibadahnya. Ya Allah, sungguh ia tidak meninggalkan shalat malamnya termasuk di malam pengantin. Kupertajam penglihatanku. Ia rukuk, sujud dan membaca ayat-ayat panjang. Ia rukuk dan sujud lama sekali. Ia berdiri di hadapan Rabbnya dengan kedua tangan terangkat. Sungguh pemandangan terindah yang pernah kusaksikan. Ia amat cantik dalam kekhusyu’annya, lebih cantik dari saat memakai pakaian pengantin dan pakaian tidurnya. Sungguh kini aku betul-betul mencintainya, dengan seluruh jiwa ragaku.”

Seusai shalat ia memandang ke arah suaminya. Tangannya dengan lembut memegang tangan suaminya dan membelai rambutnya. Masya Allah, subhanallah, sungguh luar biasa wanita ini. Kecintaannya pada sang suami, tak menghilangkan kecintaannya kepada kekasih pertamanya, yakni ibadah. Ya, ibadah kepada Allah, Rabb yang menjadi kekasihnya. Hingga bulan kedepan wanita itu terus melakukan kebiasaannya, sementara sang suami menghabiskan malam-malamnya dengan begadang, memainkan alat-alat musik yang tak ubahnya begadang dan bersenang-senang. Ia membuka pintu dengan perlahan dan mendengar bacaan Al-Qur’an yang demikian syahdu menggugah hati. Dengan perlahan dan hati-hati ia memasuki kamar sebelah. Gelap dan sunyi, ia pertajam penglihatannya dan melihat istrinya tengah berdoa. Ia mendekatinya dengan lembut tapi cepat. Angin sepoi-sepoi membelai wajah sang istri. Ya Allah, perasaan laki-laki itu bagai terguyur. Apalagi saat mendengar istrinya berdoa sambil menangis. Curahan air matanya bagaikan butiran mutiara yang menghiasi wajah cantiknya.
Tubuh lelaki itu bergetar hebat, kemana selama ini ia pergi, meninggalkan istri yang penuh cinta kasih? Sungguh jauh berbeda dengan istrinya, antara jiwa yang bergelimang dosa dengan jiwa gemerlap di taman kenikmatan, di hadapan Rabbnya.

Lelaki itu menangis, air matanya tak mampu tertahan. Sesaat kemudian adzan subuh. Lelaki itu memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini, ia lantas menunaikan shalat subuh dengan kehusyuan yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya.

Inilah buah dari doa wanita shalihah yang selalu memohonkan kebaikan untuk sang suami, sang pendamping hidup.

Beberapa tahun kemudian, segala wujud pertobatan lelaki itu mengalir dalam bentuk ceramah, khutbah, dan nasihat yang tersampaikan oleh lisannya. Ya lelaki itu kini telah menjadi da’i besar di kota Madinah.
Memang benar, wanita shalihah adalah harta karun yang amat berharga dan termahal bagi seorang lelaki bertakwa. Bagi seorang suami, istri shalihah merupakan permata hidupnya yang tak ternilai dan “bukan permata biasa”.

(Dari kumpulan kisah nyata, Abdur Razak bin Al Mubarak)

Surat Cinta Sang Calon Istri

Assalamu'alaikum WR WB
Calon suamiku yg kukasihi tiada pernah aku bermimpi engkau akan menyatakan niatmu untuk menikahi tahun depan, saat itu hatiku tiba-tiba gelisah, aku panik bercampur bahaggia rasanya aku tak sabar menunggu saat-saat yang paling bersejarah dalam hidupku itu?bergitu bahagianya hatiku, ingin aku berbagi rasa dengan para sahabatku, lalu dengan bangganya aku menceritakan tentang dirimu yang sangat mencintai Alloh kepada sahabat-sahabatku?alangkah terkejutnya aku mendengar perkataan mereka tentang dirimu, beberapa sahabat wanitaku bertanya padaku ?apa loe serius mau nikah sama cowo yg sok alim?...
loe tau kan cowo yg sok alim itu pasti ngekang istrinya gak boleh keluar rumah, gak boleh kerja, malahan ada yg suruh istrinya pake cadar, ih gw seh ogah!!!?, dan salah satu sahabat lelakiku mengatakan ?serius loe mau nikah secepet itu, loe kan belum pernah liat orangnnya, mending PACARAN dulu 2 ato 3 thn buat saling kenal?kalo gw seh sebagai seorang modern, realistis dan open minded gak mau nikah cepet-cepet, dan nantinya gw bakal kasih kebebasan buat istri gw, kan wanita berhak bebas juga??kata-kata itu bagai petir menyambar hatiku, aku tak menyangka sahabat-sahabat yg selama ini sangat dekat denganku ternyata menganut faham kebebasan dan faham modernisasi?sesaat niatku untuk menikahimu karena mencari Ridha Alloh pun menghilang, syukurlah aku tersadar dan kupanjatkan doa dengan sungguh-sungguh kepada sang Illahi agar Ia memberikan Petunjuk-Nya kepadaku?SubhanAllah niatku yg telah memudar kembali jernih sejernih air zam-zam, tiada ada kebimbangan dan keragu-raguan dalam hatiku?Kini jika kelak aku menjadi istrimu dapat kuyakinkan padamu bahwa:

Aku tiada akan pernah merasa kebebasanku terpasung jika kelak engkau memerintahkanku untuk berhenti bekerja?aku merasa bahwa perintahmu itu adalah karena engkau terlalu mencintaiku, sehingga engkau sama sekali tidak rela melihatku bekerja keras demi mencari kekayaan dunia? Aku tiada akan pernah merasa kebebasanku terpenggal jika kelak engkau memaksaku menutup auratku atau bahkan memaksaku mengenakan cadar sekalipun?aku merasa bahwa paksaanmu itu adalah karena engkau begitu mencemburuiku, sehingga engkau tidak akan pernah ikhlas jika lelaki lain memandangi tubuhku dengan tatapan nafsu?

Aku tiada akan pernah merasa kebebasanku terbelenggu jika kelak engkau tidak memperbolehkanku mempekerjakan pembantu dalam rumah tangga kita?aku merasa laranganmu itu adalah karena engkau sangat menyayangiku, sehingga engkau tidak ingin aku menyesal dikemudian hari karena aku tidak bisa melihat anak-anak kita tumbuh dalam asuhanku?

Aku tiada akan pernah merasa kebebasanku terhalang jika kelak engkau melarangku untuk bebas keluar rumah tanpa seizinmu?aku merasa aturanmu itu adalah karena engkau sangat merindukan dan mengkhawatirkanku, sehingga engkau akan merasa gelisah jika aku tidak berada dirumah?

Aku tiada akan pernah merasa kebebasanku terinjak-injak jika kelak engkau membatasi pergaulanku?aku merasa perlakuanmu itu adalah karena engkau terlalu mengasihiku, sehingga engkau tidak ingin melihatku terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang akan mengantarku memasuki pintu neraka?

Yaa?aku akan sangat berterima kasih jika kelak engkau

membatasi kebebasanku bukan karena ego-mu, tetapi karena engkau sangat memahami kewajiban dan tanggung jawab yang telah Alloh berikan kepadamu sebagai seorang suami?

Aku heran dengan para istri yg menyerukan kebebasan, sungguh sangat bodoh jika seorang istri merasa bahagia saat sang suami membebaskan cara berpakaian istrinya, tahukah sang istri bahwa perlakuannya itu pertanda sang suami tidak memiliki rasa cemburu kepadanya sekalipun banyak mata lelaki buaya yg menikmati kemolekan tubuh istrinya?Dan aku heran dengan para suami yg memperbolehkan istrinya untuk keluar rumah dengan bebas, lalu saat sang suami pulang kerja didapatinya rumah berantakan dan tidak ada makan malam untuknya karena sang istri terlalu sibuk bekerja atau bergosip dengan tetangganya?Duhai calon suamiku, saat aku telah menjadi istrimu gunakanlah hakmu sebagai seorang suami untuk membimbingku, agar aku tidak akan pernah terperosok ke dalam faham kebebasan yg penuh dengan tipu daya?

Namun saat melihat kenyataannya bahwa begitu banyak rumah tangga yg awalnya saling mencintai, harmonis, dan bahagia tapi tak lama berselang rumah tangga tersebut hancur tak bersisa dan tidak sedikit pula suami-istri yang saling menyakiti baik fisik maupun mental?Aku tak bermaksud untuk meragukanmu wahai calon suamiku, aku yakin suami yg bertakwa kepada Alloh pasti akan memperlakukan istrinya dengan baik.?Tapi sebelum aku memasuki kehidupan baru denganmu, izinkanlah aku mengajukan beberapa pormohonan padamu agar engkau dapat memahami isi hatiku sebagai seorang wanita dan seorang istri?

Duhai calon suamiku?aku bukanlah robot yg tidak akan pernah merasakan letih, kelak bantulah aku dalam mengatur rumah tangga kita, jangan kau limpahkan semua urusan rumah tangga hanya padaku tanpa mau memperdulikan dan mengerti keletihanku?
Duhai calon suamiku?aku bukanlah mahkluk bisu tempat engkau memuaskan nafsumu, kelah janganlah engkau mencumbuiku dengan cara yang kasar dan dingin, cumbuilah aku dengan lembut dan penuh kasih sayang?
Duhai calon suamiku?aku bukanlah patung tak berperasaan, kelak setialah padaku, sayangilah aku, dan hormatilah aku layaknya ratu dalam hatimu?

Duhai calon suamiku?sungguh yang kuharapkan hanyalah kebahagiannya dalam rumah tangga kita, yang kuinginkan adalah ridha dari dirimu, yang kudambakan hanyalah genggaman tanganmu yang akan membawaku ke surga dunia dan akhirat?Untuk itu ajaklah aku untuk menyelammi kehidupan yang paling berbahagia, mari kita saling mengerti, memahami, dan mengasihi selayaknya dua insan yang raga dan jiwanya telah saling menyatu?oh sungguh bahagianya aku jika memiliki suami yang akan mengajariku dengan cinta dan membimbingku dengan kasih?SubhanAlloh?

Duhai calon suamiku?sebelumnya aku ingin berterima kasih padamu karena kelak engkaulah yang akan membawaku memasuki surga yang tiada akan pernah terbayangkan indahnya, engkaulah yang akan menuntunku mencapai Ridha Illahi, engkaulah yang akan menjagaku dalam mengarungi lautan hidup, engkaulah yang akan menjadi sandaran saat ragaku letih dan bersedih, engkaulah yang akan membantuku untuk menjadi seorang ibu yang paling berbahagia, engkaulah yang akan menemaniku disaat usiaku telah senja, dan engkaulah yang akan menjadi tempat untuk aku mencurahkan seluruh perasaan hatiku?Sungguh aku akan menjadi istri yg paling berbahagia jika memiliki suami yg menyayangi dan mencintaiku karena Allad dan semoga itu adalah dirimu?
Calon suamiku sekian surat cinta untukmu yang kutulis penuh dengan kasih dan harapan?Semoga Alloh selalu Meridhai dan Memberkahi rumah tangga kita nanti dengan kebahagiaan yg tiada akan pernah berakhir?Amiieen?

Wassalamu'alaikum WR WB

By : Ukhti D

INDAHNYA MALAM PERTAMA

Boleh dikata, inilah tulisan fenomenal yang pernah aku catatkan. Ketika aku posting di facebook, ada 300 teman yang suka dan 200-an komentar, bahkan lebih. Fantastis. Untuk ukuran akun Facebook, bukan group apalagi page, tentu sangat menakjubkan. Aku bahkan tidak pernah membayangkan catatan itu akan direspon sedemikian rupa. Selalunya pembaca berlinang airmata. Ia menjadi kaya makna dengan komentar para pembaca. Aku pernah dikirimi pesan yang membuat bulu roma-ku merinding. Berdesir. Berikut isi pesannya,

“Assalamu’alaikum…Subhanalloh…,
Puji syukur kehadirat ALLAH Yang Maha Besar lagi Maha Bijaksana.

Terima kasih pak ustadz, telah menandai catatan di fb yang bertuliskan nama saya…,

Mala mini sedang mati lampu…, saya terbangun…lalu saya menyalakan hp untuk mencari sedikit cahaya…, lalu saya ingin sekali membuka fb…

Ketika saya buka….ada catatan dari fb bernama ibnu…,timbul kesombongan dari saya. Afwan bapak, saya berkata dengan kesombongan tingkat tinggi (karena merasa sudah cukup ilmu islam) aghhhh…judulnya begini, dah bisa kutebak….awalnya saya enggan untuk membacanya…tetapi saya berpikir; saya harus mendapatkan Ridho-Nya bila ‘main’ fb, maka saya membaca note dari bapak….,

Dalam suasana gelap…., saya baca…., baca,…baca….dan baca….., sampai akhirnya..kesombongan ini luruh..mata inipun tak bisa menahan tangis…malu pada amal-amal yang telah sia-sia diperbuat…, waktu tak bisa berjalan mundur…bagaimana kalau esok adalah giliran saya….ya Allah, ampuni hamba…., (Terima kasih pak ustadz, saya mohon, pak ustadz selalu kirimi saya note….mohon ya pak).

Semoga Allah mengampuni dosa-dosa bapak, memasukkan bapak ke dalam golongan-golongan orang beriman, semoga bapak melewati yaumul hisab dengan selamat…semoga bapak masuk ke dalam jannah-Nya..amin ya Allah (Jujur, terharu saya membaca untaian bait doanya….., Amin amin amin ya Allah, kabulkanlah doa-doa kami).

Afwan ya pak…komentnya panjang….(setelah selesai membaca note dari bapak..listrik langsung menyala lagi, mungkin inilah cara Allah menegur kesombongan saya) saya jadi tidak berdaya…., Wassalamu’alaikum.

Berikut catatan yang membuatnya berkomentar seperti di atas :

Acara ini terinspirasi setelah mengikuti acara, “Life Management Training” bersama pak Kiseno, yang sedikit banyak merubah kehidupanku; Bagaimana aku harus menjalani hidup ini dengan baik dan bagaimana pula seharusnya aku bermuamalah; menjalin hubungan baik dengan Allah dan manusia. Ada energi spiritual yang menggugah diri ini; sehingga terdetik dalam benak untuk mengadakan acara serupa kepada anak-anak didikku. Menularkan ilmu yang didapat agar lebih bermanfaat.

Acara itu terjadi pada malam jum’at, tepatnya pada 12 Juni 2009 kemarin. Acara itu bertajuk “Malam Pertama.” Acara yang sangat special karena aku menyiapkan mental dan ruhiyah selama sebulan lamanya, dengan satu asa; semoga acara berlangsung sempurna dan berkesan bagi mereka. Dan tepat pada pukul 03.00, aku membangunkan anak-anak untuk bangun dari tidurnya. Ada perasaan tersendiri ketika itu, semua anak-anak sangat antusias menyambutnya, tidak seperti biasanya. Semangat mengikuti acara yang membuat mereka penasaran, karena memang aku tidak memberitahukan detailnya acara kepada mereka sebelumnya.

Setelah berwudhu, kami shalat malam bersama beberapa raka’at di lantai bawah masjid. Selesai shalat, aku mengintruksikan mereka untuk menutup mata dan meminta dengan sangat agar tidak ada yang berbicara, walaupun sepatah kata. Mereka berbaris memanjang, dengan formasi anak yang di belakang memegang pundak teman di depannya. Saat itulah, acara dimulai. Aku pun tak lupa mengajak mereka untuk banyak beristighfar kepada Allah Ta’ala. Astaghfirullahal ‘Azhim….astaghfirullahal ‘Azhiim….

Karena mata mereka tertutup, aku memandu mereka dengan berjalan tertatih-tatih dan derapan kaki yang berat dengan hentakan yang keras seolah-olah seorang pesakitan yang akan menghadapi siksaan. Hati mereka tidak karuan mendengarkan suara derapan kakiku yang terdengar keras dan menyeramkan, apalagi mereka tidak tahu apa yang akan mereka alami. Ketakutan yang melanda mereka semakin terasa karena didukung dengan dinginnya kota soreang pada malam itu, dingin menusuk tulang. Kata mereka, acara malam itu terasa sangat menegangangkan, menakutkan, mengharukan sekaligus menyedihkan…, karena itulah acara pertama mereka yang bertajuk malam pertama.

Setelah tiba di lokasi yang dimaksud, aku memandu mereka satu per satu untuk menempati tempat duduk yang tersedia; persis di depan kertas Hvs dan lilin yang sudah disiapkan panitia untuk masing-masing anak dengan keadaan mata mereka masih tertutup. Setelah duduk dengan tenang, aku masih mengingatkan mereka banyak beristighfar. Aku pun memulai berorasi,

“Wahai saudara-saudaraku yang aku sayangi dan aku cintai…. Suatu ketika, Yani diajak oleh ayahnya untuk mengunjungi wilayah pemakaman umum kaum muslimin di kota metropolitan, Jakarta. Mereka berputar sejenak dan kemudian mendapatkan makam yang dicari. Mereka duduk di depan seonggok nisan, “Hj. Muthia binti Muhammad, Lahir : 19 Januari 1915, Meninggal : 20 Januari 1965.”

Ayah Yani berkata, “Nak, ini adalah kuburan nenekmu, mari kita berdoa untuk kebaikan nenekmu.” Yani melihat wajah ayahnya, lalu menirukan tangan ayahnya menengadah ke atas dan memejamkan matanya seperti halnya ayahnya. Ia mendengarkan doa ayahnya untuk neneknya.

Selesai berdoa, Yani bertanya, “Yah, nenek waktu meninggal berumur 50 tahun ya Yah ?” Ayahnya mengangguk sambil tersenyum sembari memandang pusara ibunya, Hj. Muthia.

“Hm, berarti nenek sudah meninggal 44 tahun yang lalu ya, Yah ?” kata Yani berlagak dengan menghitung dengan jarinya, “Ya, nenekmu sudah di dalam kubur selama 44 tahun…”jawab ayahnya

Yani memutar otaknya, memandang sekeliling, banyak kuburan di sana, di samping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut, “Muhammad Zaini, Lahir : 19 Februari 1804, Meninggal : 30 Januari 1910.”

“Hmm, kalau begitu, yang itu sudah meninggal 109 tahun yang lalu ya Yah ?” jarinya menunjuk nisan di di samping kuburan neneknya. Sekali lagi ayahnya mengangguk, tangannya terangkat mengelus kepala anaknya satu-satunya sembari menatap teduh mata anaknya dan berkata, “Memangnya kenapa nak ?”

“Hmm, ayah semalam bilang bahwa kalau kita mati, lalu dikubur dan kita banyak dosanya, kita akan disiksa. Dan ditempatkan pada parit dari parit-parit neraka. Begitu sebaliknya, kalau amal shalih kita banyak, kita akan mendapatkan kenikmatan dan tinggal di sebuah taman dari taman-taman jannah. Iya kan Yah ?” Yani meminta persetujuan ayahnya.

Ayahnya tersenyum dan bertanya, “Lalu ?” “Ya…kalau nenek banyak dosanya, berarti nenek sudah disiksa selama 44 tahun dong yah di kubur ? tetapi kalo nenek banyak amal shalihnya berarti sudah 44 tahun pula berada di taman dari taman-taman jannah….ya nggak Yah ?” mata Yani berbinar karena bisa mengemukakan pendapatnya kepada ayahnya.

Ayahnya tersenyum, namun sekilas keningnya Nampak berkerut, tampaknya cemas, “Iya nak, kamu memang pintar.” Kata ayahnya pendek.

Pulang dari pemakaman, ayah Yani tampak gelisah. Setelah pulang, di atas sajadahnya, ayahnya merenungi perkataan anaknya. Lalu ia menunduk dan meneteskan air mata, kalau ia yang meninggal, lalu banyak dosanya, lalu kiamat masih 100 tahun lagi, masih 200 tahun lagi atau mungkin masih 300 tahun lagi ? sanggupkah ia selama itu menanggung derita di dalam kubur. Bukankah setelah bangkit dari kubur, siksa yang lebih dahsyat sudah menanti. Ayah yani tertunduk dan berdoa berulang-ulang, “Allahumma inni as’alukal ‘Afiyah fid dunya wal akhiroh.” Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keselamatan dan kebaikan, di dunia dan akherat.

Setelah membacakan kisah tersebut, aku memerintahkan mentor untuk menyalakan lilin dan memerintahkan anak-anak membuka mata. Mereka kaget dan terperanjat ketika melihat lembaran putih yang bergambar nisan lengkap dengan nama mereka, nama ayah mereka dan tempat tanggal lahir mereka. Di tengah kekagetan mereka itulah, aku melanjutkan,

“Saudara-saudaraku yang aku sayangi dan aku cintai….sekarang bayangkanlah kalau seandainya pada malam hari ini kita lah yang meningal dunia. Menjadi mayit. Berada di alam kubur yang demikian pekat, gelap dan mengerikan. Tidak ada yang berani menemani kita, walau ia adalah orang yang terdekat sekalipun. Sendiri dan sepi.

Saudara-saudaraku yang aku sayangi…apakah kita lupa atau pura-pura lupa dengan kenyataan yang akan kita temui nanti, yaitu kematian. Siapakah yang bisa memastikan bahwa kita akan hidup berumur panjang. Padahal bisa jadi setelah malam ini, kita tidak bertemu dengan waktu pagi, tidak bertemu dengan ibu kita, tidak bertemu dengan ayah kita, tidak bertemu dengan kerabat-kerabat kita dan tidak bertemu dengan teman-teman dan orang-orang yang kita cinta.

Ikhwani fillah….suatu ketika khalifah Harun Ar-Rasyid pergi berburu. Kemudian beliau bertemu dengan buhlul. Khalifah berkata, “Wahai Buhlul, berilah aku nasehat.”

Buhlul bertanya“Wahai Harun, di manakah kubur ayah, kakek dan nenek moyangmu ?.”

“Di sana.” Jawab Harun singkat.

Buhlul bertanya “Lantas, di manakah istanamu ?”

“Di sana.” Jawab Harun.

Buhlul berkata, “Wahai Harun, engkau mengatakan kuburan ayah, kakek dan nenek moyangmu berada di sana sedang istanamu berada di sana. Tidakkah anda tahu, anda akan meninggalkan istana itu dan berpindah menuju kubur yang gelap gulita dan sendirian tanpa anak, istri dan harta yang selama ini kamu kumpulkan ? kamu akan berpindah dari istanamu yang menjulang tinggi nan megah menuju kuburan yang sempit.”

Kemudian Harun menangis dan menderita sakit. Hingga ketika sudah merasa ajalnya dekat, Harun mengumpulkan anak, istri dan para pengawal serta tentara istana sembari berkata, “Wahai Dzat yang tidak akan kehilangan kekuasaannya, kasihilah orang yang akan kehilangan kekuasaannya ini.” Lalu Harun meninggal dunia.

Ikhwani fillah…apakah kita mengira bahwa umur kita masih panjang dan menyangsikan datangnya malaikat maut yang siap menjemput kita. Tamu yang datang tanpa diundang. Bila waktunya tiba, ia akan melaksanakan titah Tuhannya, Allah Ta’ala tanpa memajukan dan tanpa memundurkan barang satu detikpun.

Maka, bayangkanlah seolah-olah kita sedang berada di kuburan dan merenungi nasib apa yang akan antum dapatkan di sana. Berada di salah satu taman dari taman-taman surga atau parit dari parit-parit neraka.

Setelah waktu merenung usai, aku memerintahkan mereka untuk membalik lembar nisan yang berisi pertanyaan-pertanyaan muhasabah. Dan memerintahkan mereka mengisinya. Di sela-sela mereka mengerjakan, aku mengingatkan mereka sesuai dengan urutan pertanyaan tersebut.

Pertanyaan pertama, “Amal apa yang sudah antum lakukan ?”

Aku melanjutkan,

“Saudara-saudaraku yang aku sayangi dan aku cintai..…

Sekarang mari kita merenung, amalan apakah yang sudah kita persiapkan untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala ? sudahkah kita siap untuk menghadap-Nya. Mari kita juga merenung, amalan apakah yang sudah kita lakukan sesuai dengan keinginan dan perintah Allah dan Rosul-Nya ? apakah amal shalih kita sudah kita iringi dengan perasaan khauf ( rasa takut), raja’ (rasa berharap) dan mahabbah (rasa cinta) ? adakah kita berani menjamin diri kita terlepas dari siksa Allah Ta’ala? Apakah kita sudah melupakan dosa-dosa kita. Dosa mata kita, dosa tangan kita, dosa kaki kita, dosa lisan kita, dan bahkan dosa hati kita ?

Tak terasa, ada beberapa ikhwah yang meneteskan air mata dan berusaha menyembunyikan sesenggukan isak tangisnya. Keheningan malam itu dipecahkan dengan suara isak tangis yang tertahan. Kita bisa memaklmi bila kita membaca jawaban mereka,

“Saya tidak tahu amal kebaikan apa yang telah saya lakukan. Yang jelas, begitu sedikit amal kebaikan yang aku lakukan sedang dosa saya sangat banyak.”

“Selama ini mungkin amal yang saya lakukan sangat sedikit, bahkan tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dosa-dosa yang telah saya lakukan. Mungkin amal saya belum cukup untuk menebus semua dosa-dosa yang telah aku lakukan.” Astaghfirullahal ‘Azhim…..

Pertanyaan kedua, “Apa pesan antum kepada orang-orang yang antum cintai, ayah, ibu dan teman-teman antum ?”

Aku melanjutkan,

Ikhwani fillah….sekarang hadirkanlah bayangan orang-orang yang kita cintai, ibu dan ayah antum. Bayangkanlah wajah ibu dan ayah antum. Hadirkanlah kenangan-kenangan indah bersama mereka. Mari kita sejenak mengingat jasa-jasa mereka. Mengingat masa ketika kita masih dalam kandungan. Lupakah kita tentang berat tubuh kita yang dipikul oleh ibu kita ? selama kurang lebih Sembilan bulan 10 hari lamanya, ibu senantiasa membawa kita kemanapun beliau pergi. Dan Allah menyebut kesusahan yang dialami ibu kita saat mengandung dengan bahasa wahnan ‘ala wahnin, kesusahahan di atas kesusahan, kesulitan di atas kesulitan, kepayahan di atas kepayahan, yang bertambah-tambah.Memang demikian adanya. Ingatkah kita ketika di malam hari kita menangis, lalu ibu kita terbangun untuk menenangkan dan menidurkan kita lagi setelah selesai menunaikan hajat kita. Ingatkah kita ketika kita makan dan disuapi oleh ibu kita. Ketika kita mandi dan kita meraung-raung karena tidak ingin mandi. Ingatkah juga ketika ibu kita mengajari kita, “A…Ba…Ta…Tsa…” dengan kesabaran yang sangat tinggi. Ingatkah kita bahwa tatkala kita sedang sakit, ibu lah orang yang paling gundah dan gelisah.

Saudara-saudaraku yang aku sayangi dan aku cintai….

Sekarang, bayangkanlah wajah ayah kita. Tidakkah kita memahami bahwa hitamnya warna kulitnya dan berkeriputnya wajahnya adalah karena pengorbanannya yang tidak kenal lelah dalam mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari dan menyekolahkan kita. Itu semua dilakukan demi kita, anaknya. Orang tua kita ingin agar kita lebih pintar, lebih tiggi jenjang sekolahnya, lebih arif, lebih bahagia, lebih banyak mendapatkan ilmu-ilmu agama dan lebih bijaksana dalam memecahkan problem kehidupan yang akan kita dapatkan dan lebih bijaksana dalam mengambil sebuah keputusan. Itulah ayah kita. Ia curahkan semua pengorbanannya kepada kita. Sekalipun sakit, ia tetap bekerja dan tidak memperdulikan rasa sakitnya asal kita mendapatkan kecukupan hidup. Semuanya demi kita ya ikhwati…,

Dan bayangkan juga teman-teman kita di mana mereka juga ikut andil dalam merubah pribadi kita menjadi pribadi yang indah. Teman-teman kita juga memiliki peran besar dalam melatih tanggungjawab, kebersamaan dan rasa persaudaraan. Adakah kita melupakannya ?

Tak terasa, ada yang tidak kuasa menahan tangis yang semenjak tadi ditahannya. Suasana semakin menampakkan keharuan. Malam yang tadi terasa hening menjadi bergemuruh dengan isak tangis anak-anak didikku. Keharuan yang juga membuat bulu kudukku merinding. Mengenangkan masa-masa kecil adalah pengalaman tak terlupakan. Betapa banyak jasa ayah-ibu dan teman-teman. Bernostalgia dengan orang yang paling kita cinta; ibu dan ayah akan memantik emosional kita sehingga seolah kita tersadarkan dan diingatkan oleh jasa-jasa mereka; di samping juga mengingatkan betapa seringnya kita melukai perasaan mereka padahal kita belum pernah membahagiakaannya. Kita bisa memahami gejolak emosi dan perasaan mereka dengan melihat jawaban-jawaban mereka;

“Ayah, maafkan atas apa yang telah aku lakukan pada ayah. Selama ini, aku sering sekali menyakitimu, aku sering membantah, aku sering marah-marah. Maafkan atas semua perbuatanku selama ini, maafkan aku ayah….., Aku juga minta maaf pada ibu jika aku tidak berterima kasih atas apa yang ibu berikan, maafkan aku ibu jika aku selalu menjadi beban bagimu…maafkan aku ibu….jika aku selalu menyakitimu…Teman-teman, maafkan aku karena aku sering menyakitimu. Mungkin aku ini orang yang tidak mau berterima kasih pada teman-teman. Maafkan aku…”

Jawaban serupa yang mereka tulis, “Ibu, engkau wanita mulia, ingin sekali anakmu ini memelukmu dan menciummu. Berjuanglah, doakanlah aku ibu agar aku menjadi anak yang sholeh-sholehah supaya kita bisa berkumpul kembali di akherat nanti. Semoga pengorbananmu dibalas oleh Allah dengan jannah dan dosa-dosamu diampuni. Terima kasih ibu….terima kasih atas semua pengorbananmu. Terima kasih ibu….,

Pertanyaan ketiga : Sudahkan kita membalas jasa kedua orang tua kita, minimal dengan banyak mendoaan mereka ?

Pertayaan keempat : Sudahkah kita banyak beristighfar kepada Allah atas dosa-dosa kita ?”

Pertanyaan kelima : Siapakah yang akan mendoakan kita ketika kita sudah meninggal dunia ?”

Aku melanjutkan,

Saudara-saudaraku yang aku sayangi…..

Kalau kita sudah mengenang kenangan-kenangan indah bersama ayah dan ibu kita dan pengorbanan mereka yang tidak kenal lelah. Mari kita merenung sejenak, sudahkah kita membalas jasa-jasa mereka, minimal adalah dengan banyak berdoa ?

Ikhwani fillah….Mari kita banyak melantunkan doa yang dituntunkan oleh Rosululloh untuk kedua orang tua kita, -dengan suara terbata-bata saya memandu mereka untuk berdoa;

رب اغفر لي ولوالدي وارحمهما كما ربياني صغيرا

رب اغفر لي ولوالدي وارحمهما كما ربياني صغيرا

”Duhai Allah, ya Allah, ya Tuhanku….ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Dan kasihilah mereka sebagaimana mereka mendidikku sewaktu aku kecil.”

”Ya Allah, ya Tuhanku….ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Dan kasihilah mereka sebagaimana mereka mendidikku sewaktu aku kecil.”

Acara ini terpaksa berhenti sampai di sini lantaran waktu shalat shubuh sudah mendekati. Terasa spesial mengerjakan shalat shubuh setelah acara itu usai.


Ada tulisan indah dari salah seorang anak didikku yang menuliskan sebuah pesan dan kesan yang akan selalu ku kenang, “Sangat menjunjung tinggi rasa cinta kepada orang tua lebih terasa ikatan hati, saat engkau tunjukkan kepada kami sesuatu yang mungkin, sebelumnya kami belum pernah mendapatkannya.”

Tahukah kita betapa mereka sangat terkesan dengan acara yang membuat mereka menitikkan air mata ini. Inilah sekelumit komentar yang saya dapatkan dari mereka,

Pesan :


Pesan untuk ustadz, ustadz jangan melupakan ana dan teman-teman. Coz, ustadz akan selalu terkenang dalam memori harian ana karena ustadz itu terlalu BAIK….BAIK…..banget. oh ya ustadz, doain ana ya kalau nanti ana sudah meninggal dunia. Supaya bisa masuk jannah. Dan ana akan mendoakan ustadz agar dosa-dosa ustadz diampuni bila nanti sudah meninggal dan masuk jannah. Supaya ustadz, ana, teman-teman atau mungkin anak dan cucu ustadz nanti berkumpul di jannah.

Aku sangat terharu setiap kali membaca kata demi kata dalam tulisan berisi doa di atas. Allah….Allah…..Amin ya Allah, kabulkanlah doa-doa kami.
Kesan :
Acara kemarin seru banget. Selain seru, acaranya juga menegangkan, menakutkan dan menyedihkan. Dengan di adakannya acara kemarin, ana bisa menyadari kalau selama ini amal yang ana lakukan tidak ada apa-apanya, bahkan ana sendiri tidak tahu amal apa yang bisa ana banggakan, justru malah dosa dan maksiat yang sering ana lakukan. Mudah-mudahan setelah acara kemarin, ana bisa lebih berhati-hati dalam mengerjakan segala sesuatu.

Bagi ana, itu adalah suatu pengalaman yang menakjubkan sampai-sampai ana meneteskan air mata. Sekarang Insya’ Allah ana mengerti bagaimana harus bersikap pada orang tua dan orang-orang yang pernah saya kenal. Karena saya sadar hidup tak kan selamanya saya jalani. TERIMA KASIH ustadz, mungkin bisa jadi tulisan ini, pertemuan ini, yang terakhir untuk ustadz dengan ana dan bisa jadi kita tak kan pernah bertemu lagi ! Good luck untuk ustadz….acaranya seru dan mengharukan.

Ada satu pelajaran penting yang saya dapatkan, bila sebuah pengalaman berkesan bagi kita maka ia juga akan berkesan bagi orang lain. Terus terang, jawaban saya sama dengan jawaban mereka tatkala mengikuti kegiatan serupa.

Bahkan, setelah acara itu, selalunya saya merasa malu. Malu dengan diri saya sendiri. Dan tatkala hati ini keras membantu, mengingat kenangan malam itu adalah salah satu cara memperbarui iman dan menghadirkan kembali semangat mengisi hidup dengan kebaikan dan ketaan.

اللهم لاتؤاخذني بما يقولون واجعلني خيرا مما يظنون

Akhi….ukhti…..

Selalunya kita mengidentikkan malam pertama sebagai malam kebahagiaan bersama suami atau istri tercinta. Memang begitulah kenyataannya. Namun kita juga harus jujur; jujur kepada Allah dan diri kita sendiri. Bagaimana reaksi kita bila ternyata malam itu berubah menjelma menjadi malam pertama di dalam liang kubur yang gelap, pekat, sempit dan menyeramkan. Sendirian. Tiada kawan, tiada teman.

Tempat yang membuat Rosululloh melinangkan air matanya tatkala melihat ada seseorang yang dikuburkan; dengan berpesan kepada umatnya tercinta, “Li mitsli hadza, falya’malil ‘amilun….menghadapi hari seperti inilah, hendaknya seseorang beramal.”

Tempat yang juga membuat Utsman bin Affan berhenti sejenak sembari membayangkan apa yang terjadi dalam kubur; antara nikmat dan siksa, hingga beliau menangis dan berkata, “Aku pernah mendengar Rosululloh saw bersabda, “Kubur adalah salah satu taman dari taman-taman jannah, atau parit dari parit-parit neraka.”

Tempat yang juga membuat Harun Ar-Rasyid jatuh sakit hingga menyebabkan kematiannya. Dan tatkala ajalnya sudah hampir tiba, ia berkata, “Ya man la yazulu mulkuhu, irham man zala mulkuhu…Duhai dzat yang kekuasaannya tidak akan pernah hilang, kasihilah hamba yang akan kehilangan kekuasaanya.”

Tempat yang juga dijadikan rehat oleh salah seorang salaf tatkala ia mendapati kekerasan hatinya. Ia menggali lubang di dalam rumahnya. Tatkala tengah malam tiba, ia bangun dan tidur di pekuburan buatannya sembari berkata kepada dirinya sendiri, “Wahai jiwa, apa yang engkau inginkan sekarang? Aku ingin kembali ke dunia. Aku ingin banyak beramal shaleh” ia pun bangkit dan tumbuh semangat imannya.

Begitulah generasi terbaik umat ini membangkitkan spirit imannya. Terkadang satu kuburan lebih dahsyat dan berkesan dalam jiwa dari ribuan materi pelajaran yang didapatkan. Adakah kita memungkiri kenyataan bahwa kita akan melewatinya ? tetangga, saudara, kerabat dan orang-orang yang kita cinta pergi satu per satu meninggalkan kita namun kita lupa atau pura-pura terhadap kenyataan yang pasti akan kita temui nanti.

Sudah siapkah kita kalau pada saat ini; pagi, siang atau malam ini kita melalui malam pertama di kubur kita ?? Allahumma inna nas’alukal ‘afiyah, fid dunya wal akhirah….

Kegiatan ini diuji cobakan kepada anak-anak YUPPI, soreang pada 12 Juni 2009. Jumlah peserta sekitar 13 orang, dengan nama; akhi andi, akhi gilang, akhi iqbal, akhi hamzah, akhi gin-gin, dan lain-lain. Beribu terima kasih ku ucapkan kepada mereka. Aku merindukan kalian ya ikhwani…..,

Semoga bermanfaat,

Akhukum fillah, Ibnu Abdul Bari el Afifi.
sumber:oaseimani

ENERGI NEGATIF BERBUAH NEGATIF

Pada akhir tahun 2003, sebelas malam istri saya tidak bisa tidur. Katanya, “Mas, mungkin saya kurang dibelai. Susah tidur.” Sudah saya belai-belai tapi tidak tidur-tidur juga. Akhirnya saya membawa istri saya ke Rumah Sakit Citra Insani yang kebetulan dekat dengan rumah saya. Sudah 3 hari diperiksa tapi tidak ketahuan penyakitnya. Tidak ada hasil. Kemudian saya pindahkan istri saya ke Rumah sakit Azra, Bogor. Selama berada di Rumah sakit Azra, istri saya setiap malam minum 3 galon aqua. Ya, 3 galon aqua. Karena badannya selalunya panas sehingga ia selalu kehausan; kehausan yang mencekik kerongkongan. Selama 3 bulan dirawat di Azra, penyakit istri saya belum juga diketahui penyakitnya.

Akhirnya saya putuskan untuk pindah ke Rumah sakit Harapan Mereka di Jakarta. Ya, harapan mereka karena mahal, kalau harapan kita mah murah. Satu malam berada di ruang ICU pada waktu itu senilai 2,5 juta. Istri saya waktu itu langsung di rawat di ruang ICU. Badan istri saya –maaf- tidak memakai sehelai pakaian pun. Dengan ditutupi kain, badan istri saya penuh dengan kabel yang disambungkan ke monitor untuk mengetahui keadaan istri saya. Selama 3 minggu, penyakit istri belum bisa teridentifikasi, penyakit apa sebenarnya.

Kemudian pada minggu ke-tiga, seorang dokter yang menangani istri saya menemui saya dan bertanya, “Pak Jamil, kami minta izin kepada pak Jamil untuk mengganti obat istri bapak.”

“Dok, kenapa hari ini dokter minta izin kepada saya, padahal setiap hari saya memang gonta-ganti mencari obat untuk istri saya, lalu kenapa hari ini dokter minta izin ?”
“Ini beda pak Jamil. Obatnya lebih mahal dan obat ini nantinya disuntikkan ke istri bapak.”

“Berapa harganya dok?”

“Obat untuk satu kali suntik 12 juta pak.”

“Satu hari berapa kali suntik dok?”

“Sehari 3 kali suntik.”

“Berarti sehari 36 juta dok?”

“Iya pak Jamil.”

“Dok, 36 juta bagi saya itu besar sedangkan tabungan saya sekarang hampir habis untuk menyembuhkan istri saya. Tolong dok, periksa istri saya sekali lagi. Tolong temukan penyakit istri saya dok.”

“Pak Jamil, kami juga sudah berusaha namun kami belum menemukan penyakit istri bapak. Kalau pak Jamil tahu, kami sudah mendatangkan perlengkapan dari Cipto dan banyak laboratorium namun penyakit istri bapak tidak ketahuan.”

“Tolong dok…., coba dokter periksa sekali lagi. Dokter yang memeriksa dan saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dok dicari”

“Pak jamil, janji ya kalau setelah pemeriksaan ini kami tidak juga menemukan penyakit istri bapak, maka dengan terpaksa kami akan mengganti obatnya.” Kemudian dokter memeriksa lagi.

“Iya dok.”

Setelah itu saya pergi ke mushola untuk shalat dhuha dua rekaat. Selesai shalat dhuha, saya berdoa dengan menengadahkan tangan memohon kepada Allah, -setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasululloh, “Ya Allah, ya Tuhanku….., gerangan maksiat apa yang aku lakukan. Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga engkau menguji aku dengan penyakit istriku yang tak kunjung sembuh. Ya Allah, aku sudah lelah. Tunjukkanlah kepadaku ya Allah, gerangan energi negatif apakah yang aku lakukan sehingga istriku sakit tak kunjung sembuh ? sembuhkanlah istriku ya Allah. Bagimu amat mudah menyembuhkan penyakit istriku semudah Engkau mengatur milyaran planet di muka bumi ini ya Allah.”

Kemudian secara tiba-tiba ketika saya berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa yang pernah aku lakukan? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga aku diuji dengan penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya teringat kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu, yaitu ketika saya mengambil uang ibu sebanyak 125 rupiah.

Dulu, ketika kelas 6 SD, Spp saya menunggak 3 bulan. Pada waktu itu Spp bulanannya adalah 25 rupiah. Setiap pagi wali kelas memanggil dan menanyakan saya, “Jamil, kapan mbayar spp ? Jamil, kapan mbayar spp ? Jamil, kapan mbayar spp ?” malu saya. Dan ketika waktu istrirahat saya pulang dari sekolah, saya menemukan ada uang 125 rupiah di bawah bantal ibu saya. Saya mengambilnya. 75 rupiah untuk membayar Spp dan 50 rupiah saya gunakan untuk jajan.

Saya kemudian bertanya, kenapa ketika berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya diingatkan dengan kejadian kelas 6 SD dulu ketika saya mengambil uang ibu Padahal saya hampir tidak lagi mengingatnya ??. Maka saya berkesimpulan mungkin ini petunjuk dari Allah. Mungkin inilah yang menyebabkan istri saya sakit tak kunjung sembuh dan tabungan saya hampir habis.

Setelah itu saya menelpon ibu saya, “Assalamu’alaikum ma…”

“Wa’alaikumus salam mil….” Jawab ibu saya.

“Bagaimana kabarnya ma ?”

“Ibu baik-baik saja mil.”

“Trus, bagaimana kabarnya anak-anak ma ?”

“Mil, mama jauh-jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak-anakmu. Sudah kamu tidak usah memikirkan anak-anakmu, kamu cukup memikirkan istrimu saja. Bagaimana kabar istrimu mil, bagaimana kabar Ria nak ?” –dengan suara terbata-bata dan menahan sesenggukan isak tangisnya-.

“Belum sembuh ma.”

“Yang sabar ya mil.”

Setelah lama berbincang sana-sini –dengan menyeka butiran air mata yang keluar-, saya bertanya, “Ma…, mama masih ingat kejadian beberapa tahun yang lalu ?”

“Yang mana mil ?”

“Kejadian ketika mama kehilangan uang 150 rupiah yang tersimpan di bawah bantal ?”

Kemudian di balik ujung telephon yang nun jauh di sana, mama berteriak, -ini yang membuat bulu roman saya merinding setiap kali mengingatnya- “Mil, sampai mama meninggal, mama tidak akan melupakannya.” -suara mama semakin pilu dan menyayat hati-, “Gara-gara uang itu hilang, mama dicaci-maki di depan banyak orang. Gara-gara uang itu hilang mama dihina dan direndahkan di depan banyak orang. Pada waktu itu mama punya hutang sama orang kaya di kampung kita mil. Uang itu sudah siap dan mama simpan di bawah bantal namun ketika mama pulang, uang itu sudah tidak ada. Mama memberanikan diri mendatangi orang kaya itu, dan memohon maaf karena uang yang sudah mama siapkan hilang. Mendengar alasan mama, orang itu merendahkan mama mil. Orang itu mencaci-maki mama mil. Orang itu menghina mama mil, padahal di situ banyak orang. rasanya mil. Mamamu direndahkan di depan banyak orang padahal bapakmu pada waktu itu guru ngaji di kampung kita mil tetapi mama dihinakan di depan banyak orang. SAKIT. SAKIT. SAKIT rasanya.”

Dengan suara sedu sedan setelah membayangkan dan mendengar penderitaan dan sakit hati yang dialami mama pada waktu itu, saya bertanya, “Mama tahu siapa yang mengambil uang itu ?”

“Tidak tahu mil…mama tidak tahu.”

Maka dengan mengakui semua kesalahan, saya menjawab dengan suara serak, “Ma, yang mengambil uang itu saya ma….., maka melalui telphon ini saya memohon keikhlasan mama. Ma, tolong maafkan jamil ma…., jamil berjanji nanti kalau bertemu sama mama, jamil akan sungkem sama mama. Maafkan saya ma, maafkan saya….”

Kembali terdengar suara jeritan dari ujung telephon sana, “Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim…..Ya Allah ya Tuhanku, aku maafkan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Maafkanlah dia ya Allah, ridhailah dia ya Rahman, ampunilah dia ya Allah.”

“Ma, benar mama sudah memaafkan saya ?”

“Mil, bukan kamu yang harus meminta maaf. Mama yang seharusnya minta maaf sama kamu mil karena terlalu lama mama memendam dendam ini. Mama tidak tahu kalau yang mengambil uang itu adalah kamu mil.”

“Ma, tolong maafkan saya ma. Maafkan saya ma?”

“Mil, sudah lupakan semuanya. Semua kesalahanmu telah saya maafkan, termasuk mengambil uang itu.”

“Ma, tolong iringi dengan doa untuk istri saya ma agar cepat sembuh.”

“Ya Allah, ya Tuhanku….pada hari ini aku telah memaafkan kesalahan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Dan juga semua kesalahan-kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit menantu dan istri putraku ya Allah.”

Setelah itu, saya tutup telephon dengan mengucapkan terima kasih kepada mama. Dan itu selesai pada pukul 10.00 wib, dan pada pukul 11.45 wib seorang dokter mendatangi saya sembari berkata, “Selamat pak jamil. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.”

“Apa dok?”

“Infeksi prankeas.”

Saya terus memeluk dokter tersebut dengan berlinang air mata kebahagiaan, “Terima kasih dokter, terima kasih dokter. Terima kasih, terima kasih dok.”

Selesai memeluk, dokter itu berkata, “Pak Jamil, kalau boleh jujur, sebenarnya pemeriksaan yang kami lakukan sama dengan sebelumnya. Namun pada hari ini terjadi keajaiban, istri bapak terkena infeksi prankeas. Dan kami meminta izin kepada pak Jamil untuk mengoperasi cesar istri bapak terlebih dahulu mengeluarkan janin yang sudah berusia 8 bulan. Setelah itu baru kita operasi agar lebih mudah.”

Setelah selesai, dan saya pastikan istri dan anak saya selamat, saya kembali ke Bogor untuk sungkem kepada mama bersimpuh meminta maaf kepadanya, “Terima kasih ma…., terima kasih ma.”. Namun…., itulah hebatnya seorang ibu. Saya yang bersalah namun justru mama yang meminta maaf. “Bukan kamu yang harus meminta maaf mil, mama yang seharusnya minta maaf.”

Pesan pak Jamil di akhir kisah, “Kalau kita punya kesalahan sama mama kita, maka mintalah maaf kepadanya, dan jangan menunggu waktu lebaran. Kenapa istri saya sakit tidak kunjung sembuh dan uang tabungan saya habis ? karena itu terkuras oleh energi negatif saya berupa mengambil uang. Uang itu memang tidak seberapa, 125 rupiah namun karena energi dicaci, direndahkan dan diremehkan di depan banyak orang terkumpul menjadi satu dan itu sangat membuat ibu saya tersiksa, dan mungkin mendoakan kejelekan kepada orang yang mengambil uangnya, maka hal itu sudah cukup menguras uang tabungan saya dan ujian berupa sakitnya istri yang tidak kunjung sembuh.Energi negatif berbuah negatif dan energi positif berbuah positif.”

Kisah di atas disampaikan oleh pak Jamil Zaini (Trainer Asia Tenggara), Kubik, Jakarta. Dalam acara buka bersama dengan tema, “Inspiring the Spirit of Life.” Dan bertempat di madrasah al-Azhar, Solo Baru, 20 Oktober 2006.


Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Berhati-hatilah kalian terhadap do’anya ke dua orang tua karena do’a mereka bisa menambah rizki dan memulihkan penyakit, atau mendatangkan malapetaka dan mengundang bencana.” (Thobaqotus Syafi’iyyah Al-Kubro : 2/328-329 dan At-Tawwabin : 1/237-241).

Akhukum fillah, Ibnu Abdil Bari el ‘Afifi.
sumber:oaseimani

SAUDARAKU YANG SEDANG DALAM MASA PENANTIANNYA

jinkanlah saya berbagi dalam goresan tulisan ini…
jika menurut teman-teman, baik…maka ambillah…
dan jika menurut teman-teman, buruk…maka tinggalkanlah….

saudaraku….

wanita muslimah…laksana bunga….yang menawan…
wanita muslimah yang sholehah….bagaikan sebuah perhiasan yang tiada ternilai harganya….
Begitu indah…
begitu berkilau…
begitu menentramkan…

teramat banyak yang ingin meraih bunga tersebut…
namun tentunya….tak sembarang orang berhak meraihnya….menghirup sarinya….

hanya yang dia yang benar-benar terpilihlah…yang dapat memetiknya…
yang dapat meraih pesonanya…
dengan harga mahal yang teramat suci…
sebuah ikatan amat indah…bernama pernikahan…
karena itu…sebelum saatmu tiba….
janganlah engkau biarkan seorang muslimah layu sebelum masanya…
jangan kau menjadikan serigala liar membuatnya bahan permainan dalam keisenganmu…
Jangan kau biarkan ia permainkan hatimu yang rapuh….atas nama taaruf…atas nama cinta…

Ya…atas nama cinta…
jangan kau biarkan ia permainkan hatimu yang rapuh….atas nama taaruf…atas nama cinta

Kau tau saudaraku…??
Jika seseorang jatuh cinta….maka cinta akan membungkus seluruh aliran darahnya…membekuknya dalam jari-jarinya…dan menutup semua mata…hati dan pikirannya….
Membuat seseorang lupa akan prinsipnya….
Membuat seseorang lupa akan besarnya fitnah ikhwan-akhwat…
Membuat seseorang lupa akan apa yang benar dan apa yang seharusnya ia hindarkan…
Membuat seseorang itu lupa akan apa yang telah ia pelajari sebelumnya tentang batasan-batasan pergaulan ikhwan akhwat…
Membuat seseorang menyerahkan apapun…supaya orang yang ia cintai…”bahagia” atau ridho terhadap apa yang ia lakukan…

Membuat orang tersebut lupa…bahwa….cinta mereka belum tentu akan bersatu dalam pernikahan….

Ya saudaraku….akhi fillah…

Jangan sampai cinta menjerumuskanmu dalam lubang yang telah engkau tutup rapat sebelumnya…

Karena itu…jika engkau mulai menyadari adanya benih-benih cinta mulai tertanam lembut dalam hatimu yang rapuh…segeralah…buat sebuah benteng yang tebal…yang kokoh…
Tanam rumput beracun disekelilingnya…
Pasang semak berduri di muara-muaranya

Cinta sejati hanyalah pada Rabbul Izzati. Cinta yang takkan bertepuk sebelah tangan. Namun Allah tidak egois mendominasi cinta hamba-Nya. Dia berikan kita cinta kepada anak, istri, suami, orang tua, kaum muslimin…

Cinta begitu dasyat pengaruhnya…jika engkau tau….
Karena itu…jika engkau mulai menyadari adanya benih-benih cinta mulai tertanam lembut dalam hatimu yang rapuh…segeralah…buat sebuah benteng yang tebal…yang kokoh…
Tanam rumput beracun disekelilingnya…
Pasang semak berduri di muara-muaranya….

Berlarilah menjauhinya…menjauhi orang yang kau cintai….
Buat jarak yang demikian lebar padanya….

jangan kau berikan ia kesempatan untuk menjajaki hatimu…

Biarlah air mata mengalir untuk saat ini…
Karena kelak yang akan kalian temui adalah kebahagiaan…
biarlah sakit ini untuk sementara waktu…
biarlah luka ini mengering dengan berjalannya kehidupan…

Karena…cinta tidak lain akan membuat kalian sendiri yang menderita…
Kalian sendiri…

Saudaraku…. tentunya sudah mengerti dan paham…
bagaimana rasanya jika sedang jatuh cinta…
jika dia jauh..kita merasa sakit karena rindu…
jika ia dekat…kita merasa sakit…karena takut kehilangan….

padahal…ia belum halal untukmu…dan mungkin tidak akan pernah menjadi yang halal…

karena itu…jauhilah ia…
jangan kau biarkan dia menanamkan benih-benih cinta di hatimu….dan kemudian mengusik hatimu…
jangan kau biarkan dia mempermainkanmu dalam kisah yang bernama cinta…

maka…bayangkanlah keadaan ini…tentang istrimu kelak…

saudaraku…..
sukakah engkau..??
apabila saat ini ternyata istrimu (kelak) sedang memikirkan pria yang itu bukan engkau..???

sukakah engkau..??
bila ternyata istrimu (kelak) saat ini tengah mengobrol akrab…tertawa riang…becanda…
saling menatap…
saling menggoda…
saling mencubit…
saling memandang dengan sangat…
saling menyentuh…???
dan bahkan lebih dari itu…??

sukakah engkau saudaraku…??

sukakah engkau bila ternyata saat ini istrimu (kelak) sedang jalan bersama pria lain yang itu bukan engkau…??
sukakah engkau…??
bila saat ini istrimu (kelak) tengah berpikir dan merencanakan pertemuan berikutnya…??
tengah disibukkan oleh rencana-rencana…apa saja yang akan ia lakukan bersama pria itu…??

tidak cemburukah engkau temanku..??
bila saat ini istrimu (kelak) sedang makan bareng bersama pria lain…
istrimu (kelak) saat ini sedang digoda oleh pria-pria….
istrimu (kelak) sedang ditelepon dengan mesra…
istrimu (kelak) saat ini sedang curhat dengan pria… yang berkata…”aku tak bisa jika sehari tak mengobrol denganmu…”

tidak cemburukah…?? tidak cemburukah…?? tidak cemburukaaaaahhhhhhhh……???

tidak terasa bagaimanakah..
jika istrimu (kelak) saat ini tengah beradu pandangan…
bercengkrama..
bercerita tentang masa depannya…
dengan pria lain yang bukan engkau…???

sukakah engkau kiranya istrimu (kelak) saat ini tidak bisa tidur karena memikirkan pria tersebut…??
menangis untuk pria tersebut…??
dan berkata dengan hati hancur…”aku sangat mencintamu…aku sangat mencintaimu…???”
tidak patah hatikah engkau…???
sukakakah engkau bila istrimu (kelak ) berkata pada pria lain..”tidak ada orang yang lebih aku cintai selain engkau…??”
menyebut pria tersebut dalam doanya…
memohon pada Allah supaya pria tersebut menjadi suaminya…

dan ternyata engkaulah yang kelak akan jadi suaminya…..dan bukan pria tersebut…???

jika engkau tidak suka akan hal itu…
jika engkau merasa cemburu….
maka demikian halnya dengan istrimu (kelak)…

dan…Allah jauh lebih cemburu daripada istrimu….
Allah lebih cemburu…saudaraku…
melihat engkau sendirian…namun pikirannmu enggan berpindah dari wanita yang telah mengusik hatimu tersebut….

saudaraku….kalian percaya takdir bukan..?

saudaraku….kalian percaya takdir bukan..?

apabila dua orang telah digariskan untuk dapat hidup bersama…
maka…
sejauh apapun mereka…
sebanyak apapun rintangan yang menghalangi…
sebesar apapun beda diantara mereka…
sekuat apapun usaha dua orang tersebut untuk menghindarkannya…

meski mereka tidak pernah komunikasi sebelumnya…
meski mereka sama sekali tidak pernah membayangkan sebelumnya…
meski mereka tidak pernah saling bertegur sapa…

PASTI tetap saja mereka akan bersatu….
seakan ada magnet yang menarik mereka…
akan ada hal yang datang…untuk menyatukan mereka berdua….
akan ada suatu kejadian…yang membuat mereka saling mendekat…dan akhirnya bersatu…

namun…
apabila dua orang telah ditetapkan untuk tidak berjodoh…
maka…
sebesar apapun usaha mereka untuk saling mendekat…
sekeras apapun upaya orang disekitar mereka untuk menyatukannya…
sekuat apapun perasaan yang ada diantara mereka berdua…
sebanyak apapun komunikasi diantara mereka sebelumnya…
sedekat apapun…

PASTI…akan ada hal yang membuat mereka akhirnya saling menjauh…
ada hal yang membuat mereka saling merasa tidak cocok…
ada hal yang membuat mereka saling menyadari bahwa memang bukan dia yang terbaik….
ada kejadian yang menghalangi mereka untuk bersatu…

bahkan ketika mereka mungkin telah menetapkan tanggal pernikahan…

namun…yang perlu dicatat disini adalah…
yakinlah…bahwa yang diberikan oleh Allah…
yakinlah…bahwa yang digariskan oleh Allah…
yakinlah…bahwa yang telah ditulis oleh Allah dalam KitabNya..
adalah…yang terbaik untuk kita….
adalah….yang paling sesuai untuk kita…
adalah…yang paling membuat kita merasa bahagia,,,,

karena Dialah…yang paling mengerti kita…lebih dari kita sendiri…
Dialah…yang paling menyayangi kita…
Dialah…yang paling mengetahui apa-apa yang terbaik untuk kita…
sementara kita hanya sedikit saja mengetahuinya…dan itupun hanya berdasarkan pada persangkaan kita…

dan….yang perlu kita catat juga adalah…
JIKA KITA TIDAK MENDAPATKAN SUATU HAL YANG KITA INGINKAN…ITU BUKAN BERARTI BAHWA KITA TIDAK PANTAS UNTUK MENDAPATKANNYA….NAMUN JUSTRU BERARTI BAHWA…KITA PANTAS…KITA PANTAS MENDAPATKAN YANG LEBIH BAIK DARI HAL TERSEBUT…
KITA PANTAS MENDAPATKAN YANG LEBIH BAIK…SAUDARAKU….
LEBIH BAIK….
meskipun saat ini…mata manusia kita tidak memahaminya…
meskipun saat itu…perasaan kita memandangnya dengan sebelah mata…
meskipun saat itu…otak kita melihatnya sebagai sesuatu yang buruk….

Tidak…jangan terburu-buru menvonis bahwa engkau telah diberikan sesuatu yang buruk….bahwa engkau tidak pantas….
karena kelak…engkau akan menyadarinya…
engkau akan menyadarinya perlahan…bahwa apa yang telah hilang darimu….bahwa apa yang tidak engkau dapatkan….bukanlah yang terbaik untukmu…bukanlah yang pantas untukmu…bukanlah sesuatu yang baik ,,,,untukmu….

karena itu…saudaraku…
jangan mubazirkan perasaanmu…air matamu…waktumu….
jangan kau umbar semua perasaan cintamu ketika engkau tengah menjalin proses taarufan…
jangan kau umbar semua kekuranganmu…jangan kau ceritakan semuanya…
jangan kau terlalu ngotot ingin dengannya…jika engkau mencintainya…
karena belum tentu dia adalah jodohmu…
pun jangan takut bila ternyata kalian tidak merasa cocok…
karena Allah telah menetapkan yang terbaik untuk kalian…

maka…memohonlah padaNya…
mintalah padanya diberikan petunjuk…dan dijauhkan dari segala godaan yang ada…
karena…cinta sebelum pernikahan…pada hakekatnya adalah sebuah cobaan yang berat…

Dan…percayalah…jodoh itu tidak ada kaitannya dengan banyak sedikitnya kenalan…banyak sedikitnya teman perempuan

sama sekali tidak…
karena jika laki-laki yang terjaga maka Allahlah yang akan mengirimkan pendamping untuknya…
karena laki-laki yang terjaga adalah laki-laki yang banyak didamba oleh seorang akhwat sejati…
jadi…jagalah dirimu…hatimu…kehormatanmu…sebelum saatnya tiba…

perbanyak bekalmu…dan doamu…
yakinlah…bahwa Allah yang akan memilihkan yang terbaik untukmu…
amien…

*Ya Allah…karuniakanlah kami seorang pasangan yang sholeh…
yang menjaga dirinya…
yang menjaga hatinya hanya untuk yang halal baginya…
yang senantiasa memperbaiki dirinya…
yang senantiasa berusaha mengikuti sunnah Rasulullah…
yang baik akhlaknya…
yang menerima kami apa adanya…
yang akan membawa kami menuju Jannah Mu Ya Rabb…

kabulkan ya Allah…
amien…
dan segerakanlah…karena hati kami teramat lemah…dan cinta sebelum menikah adalah sebuah cobaan yang berat…

SURAT CINTA UNTUK SUAMIKU

Entah dengan apa ku harus menggambarkan segala rasaku padamu..
Tak cukup dengan untaian kata, dan barisan kalimat indah..
Tak mampu tergambar dengan pewarna apapun, semuanya terlalu indah..
Tak kan ada kanvas yang mampu membingkai semua warna tentangmu..
Karena kau begitu indah disini.. dihatiku..
Tahukah betapa besar rasa syukurku, ketika Allah memilihku menjadi pendampingmu..
Tak pernah ku merasa cukup mensyukuri nikmat itu..
Batapa bahagiaku ketika kau memilihku diantara sekian banyak bidadari yang jauh lebih indah di luar sana..
Kau tahu dengan sangat tahu, aku hanya wanita dengan segala keterbatasan. dan kau tetap memilihku..
Duhai lelaki pilihan Allah untukku..
Tahukah betapa buncahan di dada ini seakan ingin meledak, membawaku ke awan yang hanya mampu kuekspresikan dengan air mata.
ketika dari lisanmu kau sebut namaku dalam lantunan ijab kabul yang suci.
ketika itu pula ku abdikan diriku padamu, dengan segala ketundukan yang kumiliki..
dan kau tahu, bahwa akan ku patuhi inginmu selama tak bermaksiat pada sang maha Kasih, Rabbul izzati..
Duhai Lelakiku, penghias mata dan hatiku..
Tak pernah ku lalui tiap hari, tiap jam, tiap detik kecuali kulalui hanya dengan jatuh cinta padamu..
Tak akan pernah berkurang rasa ini padamu, karena disini di hati ini kaulah yang terindah..
Dan akupun berharap dengan segala kekuranganku, kau sudi menjadikanku perhiasan terindah di mata dan hatimu..
Aku tahu, diri ini tak jelita dan tak se cerdas Aisyah, apa lagi setakwa Khadijah, Namun sungguh ku akan belajar mencintaimu seperti mereka, cinta yang terbingkai atas namaNya..
Kasihku, pewarna terindah dalam hidupku..
tahukah betapa tiap pagi kulalui dengan rasa cemas melepasmu pergi, sungguh bukannya ku tak percaya pada kesetiaanmu.
Namun mungkin karena cinta ini begitu besar padamu, dan akan berakhir dengan pelukan penuh rindu ditiap senjaku..
menyambutmu dengan segenap rindu dan cintaku.
Pelipur laraku..
Aku pun tahu betapa lelah dan penat harimu, bergelut dengan rutinitas kerjamu..
Kau lalui dengan penuh keikhlasan demi aku, demi anak-anak kita, demi kami amanahmu dariNya..
Sungguh, katika kau lelap dalam tidurmu, aku menangis menatapmu dalam wajah lelahmu..
betapa ku hargai tiap tetesan keringatmu, bukan berapa banyak yang telah kau beri, namun berapa banyak cinta dalam tiap tetes keringatmu, dalam tiap lelahmu.. Dan aku selalu merasa cukup dengan itu..
Cintaku, labuhan hatiku..
Gandeng tanganku ke JannahNya..
Jangan segan membangunkanku di 1/3 malam terakhir, bersama kita mengarungi samudra cinta dalam lautan dzikir..
jangan pernah segan menegurku dalam tiap khilafku, aku adalah wanita bisa, ada kalanya ku berbuat salah padamu, maka bersabarlah padaku, jangan membentakku atau membiarkanku..
kau tahu aku adalah kaum yang tercipta dari tulang rusuk yang bengkok..
Tatap mataku dengan cintamu, genggam tanganku dan nasihati aku dengan lembut. kau akan menemukanku menangis dalam dekapanmu.. dan kau akan kembali memiliki hatiku..
Kasihku dunia akhirat..
Kau adalah nahkodaku, kemana kau mengarahkan haluan rumah tangga kita, disitu pula aku akan mengikutimu..
Maka jadilah imam yang baik untukku, Ajarkan aku mencintaimu karenaNya..
Ridholah padaku, maka Rabb kitapun akan Riho padaku..
Mudahkanlah jalanku ke JannahNya..
Sungguh, cintaku padamu akan bertambah seiring ketakwaanmu padaNya, dan akan berkurang dengan kemaksiatanmu pada-NYa.. Aku mencintaimu karena Allah.
semoga manfaat.wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
min: misterius li sumber ilmu
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright © 2012. Sumber Ilmu 66 - All Rights Reserved Template by Blog Bamz - Sumber Ilmu - Email Gratis Mughits - Ilmu dan Pendapat